Sejarah Kesultanan Gowa Tallo Dari Masa ke Masa

seputarkelas.com – sejarah kesultanan gowa tallo dari masa ke masa Kesultanan Gowa Tallo terletak di wilayah yang sekarang menjadi provinsi Sulawesi Selatan, Kesultanan Gowa Tallo tercatat sebagai salah satu negara besar yang pernah berdiri di Nusantara. Salah satu Bangunan peninggalan Gowa Tallo adalah benteng Somba Opu yang sekarang masih tegak berdiri di kota Makasar. sebelum Kesultanan Gowa adalah kerajaan yang sudah berdiri dari abad ke 14 maseh,i tidak banyak catatan yang mendokumentasikan ihwal berdirinya Kerajaan Gowa ini. dalam Kitab Negarakertagama disebutkan nama Makassar yang merujuk pada wilayah Kerajaan Gowa. pada masa-masa abad ke-14 masehi terdapat sembilan desa yang bukan diri dan membentuk sebuah pemerintahan Bersama. sembilan Desa itu adalah tombolo lakiung parang-parang, data Agaang jene saw mata, bisei sero dan khalili pemerintahan bersama itu kemudian dikenal sebagai bate salapang yang artinya 9.

Generasi bangsawan Gowa berasal dari perkawinan tomarundung rigoa dan karaeng Bayo berdasarkan cerita rakyat yang berkembang tomarundung rigoa adalah seorang bidadari yang turun dari khayangan dan tinggal di sebuah gua sedangkan karaeng Bayo adalah seorang pelaut. makna dari cerita ini tentu saja adalah seorang pelaut yang menikah dengan gadis setempat.

Pada masa raja keenam pernah Tangkal Opick Kerajaan Gowa dibagi dua untuk anak-anaknya, kerajaan gua diberikan kepada batu Gowa sedangkan karaeng Lori Zero diberi wilayah Tallo untuk membangun sebuah kerajaan baru. sayangnya dalam waktu-waktu berikutnya pertikaian melanda kedua kerajaan tersebut, dalam perkembangannya Kerajaan Gowa berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Bulukumba, Selayar, panaikan dan mandalle. baru pada raja kesembilan Gowa Daeng matanre karaeng tumpah Rizieq kallonna perdamaian tercapai antara Gowa dan Tallo. perdamaian itu diikuti dengan penyatuan kekuasaan sehingga namanya berubah menjadi Kerajaan Gowa Tallo.

Kerajaan gowa-tallo juga dikenal sebagai kerajaan Makassar Karena kedua kerajaan tersebut terdiri dari suku Makassar. dalam penyatuan kekuasaan tersebut dicapai kesepakatan bahwa posisi Raja dipegang oleh keturunan Raja Gowa sedangkan posisi perdana menteri dipegang oleh keturunan Raja Tallo. Daeng matanre karaeng tumpah risiko Alona kemudian digantikan oleh putranya Iman Riau karaeng lakiung. kerajaan gowa-tallo terus memperluas wilayahnya. wilayah seperti Wajo, Soppeng, Alita, Mandar dan Toli-toli berhasil dikuasai oleh gowa-tallo. sebagai negara yang berada di pesisir Gowa Tallo merupakan kerajaan maritim yang terlibat dalam perdagangan Internasional.

Pada kisaran abad ke-14 hingga 15 Pelabuhan gowa-tallo ramai oleh lalu lintas perdagangan internasional terutama para pedagang rempah-rempah, berbagai bangsa datang dari berbagai tempat dengan ciri khas kebudayaan masing-masing tidak terkecuali para pedagang muslim. gowa-tallo ketika itu menjadi tempat persinggahan dari pelayaran Sumatra, Jawa dan Maluku.

Beberapa Catatan sejarah mendokumentasikan bahwa pada masa kekuasaan raja ke-10 Tony Pallangga telah terdapat beberapa Kampung muslim yang dihuni para pendatang dari campak, Minangkabau, Johor dan petani. Raja Tony Pallangga berkuasa dari tahun 1546 hingga 1565. pada masa raja Tony jalok berkuasa dari tahun 1565 sampai 1590. sebuah masjid telah berdiri pada sebuah perkampungan muslim yang terletak di mangallekana Islam yang semula hanya dikenal sebagai agama para pedagang dari barat itu mulai mempengaruhi kehidupan sosial-politik gowa-tallo memasuki abad ke-17 tiga ulama Minangkabau datang ke goa talo, 3 ulama itu adalah Hatib sulung, khathib bungsu dan khathib tunggal. khathib tunggal bertugas menyebarkan agama Islam di pusat Kerajaan gowa-tallo sedangkan khathib sulung dan khathib bungsu bertugas ditempat lain beliau berdakwah hampir pada semua lapisan masyarakat dari kalangan rakyat hingga para bangsawan.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Demak, Pendiri, Masa Kejayaan dan Keruntuhan

Perdana Menteri Kerajaan Gowa Tallo I mallingkaang Daeng nyonri masuk Islam pada tahun 1605 dan mendapatkan gelar Sultan Abdullah awwalul Islam, tidak lama kemudian Raja Gowa Tallo I mangarangi Daeng manrabia menyusul masuk Islam dan mendapatkan gelar Sultan Alauddin. 2 tahun kemudian pada tahun 1607 Sultan Alauddin mengeluarkan Dekrit yang menyatakan Islam sebagai agama resmi negara. pembacaan dekrit dilakukan di depan jamaah shalat jumat dekrit tersebut juga menandai peralihan resmi gowa-tallo dari kerajaan menjadi Kesultanan, meskipun sudah berhasil mengislamkan raja dan perdana menteri khatib tunggal tetap turun ke masyarakat untuk mengajarkan Islam.

tahun 1605 seiring dekrit Sultan bahwa Islam menjadi agama resmi negara khathib tunggal mendirikan sebuah masjid di Somba Ompu, setelah resmi menjadi agama Negara Islam berkembang dan dianut oleh rakyat Gowa Tallo dari pusat pemerintahan hingga kepelosok. Sultan Alauddin menjadi sosok yang sangat mendukung penyebaran Islam di wilayahnya bukan hanya di negerinya Sultan Alauddin juga mendukung untuk menyebarkan Islam di luar gowa-tallo. Sultan Alauddin kemudian mengirim utusan kepada beberapa kerajaan yang ada di Sulawesi. keputusan Sultan Alauddin berdasarkan Perjanjian Lama para raja di Sulawesi yang berbunyi Barang siapa yang menemukan suatu jalan kebenaran dan bajik maka ia berjanji untuk memberitahu calon kebenaran dan bajik tersebut terhadap raja-raja lainnya. bagi Sultan Alauddin Islam merupakan kebenaran dan bajik sehingga harus disampaikan kepada raja-raja lainnya. beberapa kerajaan menyambut baik utusan Sultan Alauddin dan menerima Islam bukan hanya sebagai agama Raja tetapi juga agama negara. beberapa kerajaan yang menyambut baik utusan Sultan Alauddin adalah sawit tok, Balanipa, Bantaeng dan Selayar namun ada juga beberapa kerajaan yang menolak untuk San Sultan Alauddin, beberapa kerajaan yang menolak utusan Sultan Alauddin adalah yang berada di Tanah Bugis seperti Bone, Wajo Soppeng dan Sidenreng.

Baca Juga: Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam

Tahun 1608 perang antara pasukan Gowa Tallo dan gabungan pasukan Bugis tidak terelakkan, dalam pertempuran pertama tersebut gabungan pasukan dari kerajaan-kerajaan Bugis berhasil mengalahkan pasukan Gowa Tallo, setahun kemudian Sultan Alauddin kembali mengirimkan pasukannya kali ini pasukan Gowa Tallo berhasil mengalahkan gabungan pasukan kerajaan-kerajaan Bugis kerajaan-kerajaan di Tanah Bugis itu pun kemudian menerima Islam sebagai agama negara mereka perang tersebut kemudian dikenal sebagai musuh AC lengeng yang artinya adalah perang Islam.

selain di daratan Sulawesi Sultan Alauddin juga menyebarkan Islam hingga negeri di seberang lautan yaitu Kerajaan Bima, meskipun kedatangan hati tunggal disambut dengan baik namun Islam belum diterima dan baik hingga suatu ketika terjadi konflik di keluarga kerajaan yang membuat Raja Bima terbunuh, lakai salah satu Putra Raja Bima melarikan diri ke gowa-tallo selama di Gowa Tallo lakai mempergunakan waktunya untuk belajar agama Islam serta mengganti namanya menjadi Abdul kahir beberapa waktu kemudian lakai atau Abdul kahir dengan dibantu Sultan Alauddin kembali ke Bima untuk merebut Tahta. lakai atas bantuan Sultan Alauddin berhasil menduduki tahta dan menjadi sultan pertama dalam sejarah Bima, agama Islam pun mulai disebarkan kepada rakyat Bima.

Beberapa tahun kemudian khathib tunggal mengirimkan lima Ulama untuk membantu pengajaran agama Islam di Kesultanan Bima selain penyebaran agama Islam yang sangat pesat perekonomian Gowa Tallo di masa Sultan Alauddin juga makin maju kapal-kapal Niaga semakin banyak yang datang ke pelabuhan Somba Opu tidak terkecuali kapal-kapal milik Portugis dan VOC.

pada masa kekuasaan Sultan Alauddin situasi di nusantara mulai terancam oleh bangsa-bangsa Eropa Portugis sudah berhasil menaklukkan Ternate dan menguasai Jazirah Maluku, sedangkan di bagian barat VOC sudah berhasil membangun kekuatannya di Sunda Kelapa atau yang kemudian berganti nama menjadi Batavia. Maluku yang jatuh ke tangan VOC membuat Keadaan rakyat semakin menderita, tahun 1627 hingga 1630 Sultan Alauddin mengirimkan pasukannya untuk membantu rakyat Maluku melawan VOC.

Kesultanan Gowa Tallo pun memasuki babak baru dalam sejarah nusantara bertempur habis-habisan melawan VOC. gowa-tallo yang merupakan bagian dari jalur perdagangan di nusantara pun tidak lepas dari incaran VOC, pada masa-masa awal Sultan Alauddin berkuasa putusan VOC datang ke gowa-tallo untuk meminta Hak monopoli perdagangan, Sultan Alaudin tentu saja menolak permintaan ini meskipun gagal melakukan misinya di Gowa Tallo, namun VOC Belum berani melakukan serangan terbuka spoke memilih perang terbuka dengan Eropa lainnya Portugis untuk merebut dominasi di Jazirah Maluku.

Sultan Alauddin memiliki sikap yang sangat terbuka dengan para pendatang dari seluruh dunia, permintaan orang-orang Eropa untuk membangun gereja dikabulkan oleh Sultan Alauddin bahkan gereja pertama di Makassar tersebut masih ada hingga sekarang.

Pada 5 JunI 1639 Sultan Alauddin tutup usia setelah wafat Sultan Alauddin mendapatkan gelar tumenanga RI Gokana yang artinya meninggal dalam kebesaran kekuasaannya dan tumenangari  agamana yang artinya meninggal dalam agamanya Tahta gowa-tallo kemudian dilanjutkan Sultan malikussaid sebagaimana pendahulunya Sultan malikussaid juga bersikap keras kepada VOC. pada masa kekuasaan Sultan malikussaid gowa-tallo berhasil memperluas wilayahnya hingga ke Bone. Sultan malikussaid bertahta hingga wafatnya pada tahun 1653. sepeninggalnya putra mahkota Ima lombasi daeng matawa melanjutkan kepemimpinan gowa-tallo, putra mahkota naik tahta dengan gelar Sultan Hasanuddin.

Baca Juga : Sejarah Kesultanan Deli Yang Terkenal Dengan Ekspornya

ketika Sultan Hasanuddin naik tahta VOC telah berhasil menguasai sebagian Jazirah Maluku setelah menyingkirkan Portugis, situasi politik dan militer di perairan Sulawesi serta Maluku semakin memanas seiring kompetisi gowa-tallo dan VOC merebut dominasi perairan nusantara Timur. Sultan Hasanuddin yang sudah lama gerah dengan tingkah bangsa Eropa pun terus memperkuat Armada perangnya. VOC selama puluhan tahun tidak berani mengusik gowa-tallo.

kekuatan militer dan para panglima perang gowa-tallo yang sangat cakap membuat VOC memilih menghadapi Portugis di Maluku. VOC bukan hanya gagal memonopoli perdagangan di Sulawesi bantuan militer gowa-tallo ke Maluku bagian selatan membuat VOC semakin kesulitan menguasai wilayah tersebut. tahun 1660 ketika ketegangan gowa-tallo dengan VOC semakin meningkat kejadian tidak terduga muncul dengan adanya pemberontakan yang dipimpin oleh Arung Palakka seorang bangsawan dari Bone, Sultan Hasanuddin segera menyudahi pemberontakan itu dengan mengirimkan pasukan. Arung Palakka kemudian Meminta perlindungan kepada VOC, bahkan VOC mengabulkan permohonan Arung Palakka beserta sisa pasukannya untuk tinggal di Batavia. Arung Palakka dan pasukannya membuat VOC memiliki sekutu baru nanti untuk menginvasi gowa-tallo. masih di tahun 1660 ketika kekuatan gowa-tallo sebagian berkurang karena pemberontakan Arung Palakka VOC mengirimkan 31 kapal perangnya menyerang Pelabuhan Somba Ompu. serangan itu berhasil memaksa Sultan Hasanudin membuat perjanjian damai dengan VOC. pada Agustus hingga Desember perjanjian damai itu tidak meredakan suasana bahkan perlindungan VOC terhadap Arung Palakka membuat Sultan Hasanuddin semakin memperkuat Armada militernya.

Tahun 1695 sebuah kapal milik VOC terdampar dan dirampok, para pejabat VOC datang memeriksa rongsokan kapal tersebut, Namun tiba-tiba saja mereka mendapatkan serangan dan tewas semua. ketika VOC meminta pertanggungjawaban kepada Sultan Hasanuddin dengan tegas beliau menolaknya diplomasi yang buntung membuat Gubernur Jenderal VOC Matsucer mengirimkan Armada perangnya dalam jumlah besar untuk menyerbu gowa-tallo.

Tahun 1666 21 kapal perampok ditambah pasukan Arung Palakka mendekati Somba Ompu, Pasukan gabungan tersebut dipimpin oleh Cornelis speelman yang kelak dikenal sebagai si tukang ngadu domba. perang besar segera melanda sombaopu puluhan kapal perang gowa-tallo bertempur habis-habisan mempertahankan ibukota mereka, Sementara itu di daratan pertempuran terjadi tidak kalah serunya gabungan VOC dan pasukan Arung Palakka harus menghadapi Angkatan Darat terkuat di kawasan nusantara timur. pertempuran yang berlangsung selama setahun itu membuat gowa-tallo terdesak beberapa kekalahan telak yang diderita pasukan Gowa Tallo memaksa Sultan Hasanudin menerima sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama Bongaya.

18 November 1667 setelah setahun dalam pertempuran yang melelahkan dan banyak merenggut korban jiwa Perjanjian Bongaya ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin dan Cornelis speelman, Perjanjian Bongaya tidak hanya memberikan Hak monopoli kepada VOC tetapi juga mengambil benteng-benteng Goa yang berada di sepanjang pesisir, bahkan VOC juga membatasi pelayaran bagi negeri yang terkenal sebagai bangsa pelaut itu, bukan Sultan Hasanuddin namanya jika menyerah begitu saja pada perjanjian itu, setahun berikutnya Sultan Hasanuddin kembali melancarkan perang.

VOC dengan kekuatan besar dan dukungan pasukan Arung Palakka kembali menyerbu gowa-tallo dari April 1669 hingga Juni 1669 VOC mengepung gowa-tallo dari berbagai penjuru target mereka sekarang adalah menurunkan Sultan Hasanuddin dari Tahta. pertempuran yang berulang itu membuat gowa-tallo benar-benar porak poranda, Sultan Hasanuddin terpaksa turun dari tahta. tahta Kesultanan Gowa dilanjutkan oleh putra mahkota Sultan Abdul Jalil, setelah kekalahan ini perjanjian saya baru bisa diterapkan secara mutlak di Gowa Tallo, kekalahan itu juga membuat dua panglima perang gowa-tallo karaeng Karunrung dan karaeng Galesong pergi ke Jawa bersama pasukannya, selama di Jawa karaeng karungrung dan Karang Galesong bergabung dengan Trunojoyo yang ketika itu juga sedang melawan VOC.

Tahun 1670 Sultan Hasanuddin tutup usia keberaniannya dalam menghadapi VOC dan pengikutnya membuat Sultan Hasanuddin mendapatkan julukan ayam jantan dari timur.

Penerapan Perjanjian Bongaya membuat gowa-tallo kehilangan kedaulatannya sebagai negara merdeka dan VOC pun memperluas dominasi mereka di kawasan nusantara timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *